| Comments ]

Tahun Baru Imlek adalah hari raya Tionghoa tradisional, yang dirayakan pada hari pertama dalam bulan pertama kalender Tionghoa, yang jatuh pada hari terjadinya bulan baru kedua setelah hari terjadinya hari terpendek musim dingin. Namun, jika ada bulan kabisat kesebelas atau kedua belas menuju tahun baru, tahun baru Imlek akan jatuh pada bulan ketiga setelah hari terpendek. Hari raya tahun baru imlek ini juga dikenal sebagai 春節 Chūnjié (Festival Musim Semi), 農曆新年 Nónglì Xīnnián (Tahun Baru), atau 過年 Guònián.

Khusus bagi orang Khonghucu Indonesia melakukan sembahyang sujud syukur pada Tahun Baru Imlek merupakan kewajiban pelaksanaan ibadah sesuai keyakinan agamanya. Umat Khonghucu tidak menyatakan perayaan Tahun Baru Imlek sebagai Thun Baru Cina. Agama Khinghucu da di dunia sudah ribuan tahun sebelum negara Cina diproklamirkan. Oleh karena itu harus dibedakan dengan orang yang kebetulan etnis Cina lalu ikut merayakannya, maka sesuatu hal yang keliru dan salah kaprah kalau persujudan dan puji syukur kepada Tuhan pada hari itu dikaitkan dengan budaya, adat dan tradisi Cina.

Perhitungan penanggalan Imlek semula didasarkan atas peredaran bulan mengelilingi bumi (lunar calender), dan telah dikenal sejak ribuan tahun sebelum masehi. Uniknya perhitungan penanggalan ini juga didasarkan atas peredaran bumi mengelilingi matahari (solar calender), seperti penanggalan masehi. Maka terjadi penyesuaian yaitu melalui mekanisme yang dikenal sebagai 'Lun Gwee' (bulan ulang) atau penyisipan 2 (dua) bulan tambahan setiap 5 (lima) tahun. Dengan adanya penyesuaian ini maka lebih tepat disebut penanggalan Imyanglek (sistem lunisolar).

Dalam sejarah tercatat, penanggalan Imlek dimulai sejak tahun 2637 SM, sewaktu Kaisar Oet Tee / Huang Ti (2698-2598 SM) mengeluarkan siklus pertama pada tahun ke-61 masa pemerintahannya. Penanggalan Imlek sebutan asalnya adalah He Lek, yakni Penanggalan Dinasti Ke / Hsia (2205-1766 SM), di mana pertama kali mengenalkan penanggalan berdasarkan solar, dan penetapan tahun barunya bertepatan dengan tibanya musim semi.

Dinasti Sing/Ien (1766-1122 SM) menetapkan tahun barunya mengikuti Dinasti He, yakni akhir musin dingin. Nabi Khongcu yang hidup pada zaman Dinasti Cou / Chin (1122-255 SM) merasakan bahwa sistem penanggalan yang dipakai Dinasti Ciu kurang mempunyai nilai praktis, yaitu karena tahun baru jtuh jatuh pada hari Tangcik (Tung Ze).Saat itu hari tengah musim dingin maka pendapat Nabi Khongcu, penanggalan Dinasti He yang paling tepat, hal itu dapat diketahui dari Sabda Nabi Khongcu : "Pakailah penanggalan Dinasti He ..." Kitab Sabda Suci (Lun Gi / Lun Yu) jilid XV : 11.

Acara pada tahun baru imlek meliputi sembahyang Imlek, sembahyang kepada Sang Pencipta, dan perayaan Cap Go Meh. Tujuan dari persembahyangan ini adalah sebagai wujud syukur dan doa harapan agar di tahun depan mendapat rezeki lebih banyak, untuk menjamu leluhur, dan sebagai sarana silaturahmi dengan kerabat dan tetangga.

Dikarenakan perayaan Imlek berasal dari kebudayaan petani, maka segala bentuk persembahannya adalah berupa berbagai jenis makanan. Idealnya, pada setiap acara sembahyang Imlek disajikan minimal 12 macam masakan dan 12 macam kue yang mewakili lambang-lambang shio yang berjumlah 12. Di Cina, hidangan yang wajib adalah mie panjang umur (siu mi) dan arak. Di Indonesia, hidangan yang dipilih biasanya hidangan yang mempunyai arti "kemakmuran," "panjang umur," "keselamatan," atau "kebahagiaan," dan merupakan hidangan kesukaan para leluhur.

Kue-kue yang dihidangkan biasanya lebih manis daripada biasanya. Diharapkan, kehidupan di tahun mendatang menjadi lebih manis. Di samping itu dihidangkan pula kue lapis sebagai perlambang rezeki yang berlapis-lapis. Kue mangkok dan kue keranjang juga merupakan makanan yang wajib dihidangkan pada waktu persembahyangan menyambut datangnya tahun baru Imlek. Biasanya kue keranjang disusun ke atas dengan kue mangkok berwarna merah di bagian atasnya. Ini adalah sebagai simbol kehidupan manis yang kian menanjak dan mekar seperti kue mangkok.

Ada juga makanan yang dihindari dan tidak dihidangkan, misalnya bubur. Bubur tidak dihidangkan karena makanan ini melambangkan kemiskinan.

Kedua belas hidangan itu lalu disusun di meja sembahyang yang bagian depannya digantungi dengan kain khusus yang biasanya bergambar naga berwarna merah. Pemilik rumah lalu berdoa memanggil para leluhurnya untuk menyantap hidangan yang disuguhkan.

Pic by : parasindonesia

READ VIA EMAIL FOR FREE